Infinity Bux

Neobux

Join now!

Friday, April 8, 2011

Kelnjar Anak Ginjal (Adrenal)

Anatomi Kelenjar Adrenal
Kelenjar adrenal, yang dikenal juga dengan kelenjar suprarenal, adalah kelenjar kecil dan berbentuk triangular yang terletak pada bagian atas ginjal. Kelenjar adrenal dibagi menjadi dua bagian, bagian luar dinamakan korteks adrenal sedangkan bagian dalam disebut medulla adrenal (Sabra, 2008).
Secara histology korteks anak ginjal dapat dibedakan atas 3 zona tanpa batas yang jelas diantaranya:
1.         Zona glomerulosa
2.         Zona fasciculate
3.         Zona reticularis
(Mutschler, 1991).
Yang menarik adalah korteks anak ginjal menganudng lipid, kolesterol, dan vitamin C dengan kadar tinggi, yang berkurang pada sintesis hormon korteks (Mutschler, 1991).
Fungsi kelenjar anak ginjal
Kelenjar anak ginjal bekerja secara interaktif dengan kelenjar hipotalamus dan pituitari pada proses berikut:
·           Hipotalamus memproduksi corticotropine releasing hormons, yang menstimulasi kelenjar pituitari
·           Kelenjar piotuitari memproduksi hormon kortikotropin yang menstimulasi kelenjar adrenal untuk memproduksi hormon kortikosteroid.
(Sabra, 2008)
Korteks Adrenal
Korteks adrenal merupakan bagian luar kelenjar adrenal, mensekresi hormon yang memiliki pengaruh terhadap metabolisme tubuh. Reaksi kimia pada darah, karakteristik tubuh. Korteks adrenal mensekresi kortikosteroid dan hormon lainnya secara langsung di aliran darah. Hormon yang diproduksi korteks adrenal adalah:
1.         Hormon kortikosteroid
Hormon kortikosteroid merupakan golongan hormon steroid yang diproduksi di korteks adrenal. Hormon kortikosteroid terlibat dalam sistem fisiologis seperti respon stres, respon kekebalan tubuh dan pengaturan inflamasi, metabolisme karbohidrat, katabolisme protein, kadar elektrolit darah dan perilaku (Medicastore, 2010)
Sehingga hormon kortikosteroid sering digunakan untuk gejala udem, alergi, rematik dan penyakit lupus baik digunakan sebagai obat tunggal atau dikombinasi dengan obat lainnya (Medicastore, 2010)
Hormon kortikosteroid dibagi dua, antara lain:
1.         Glukokortikoid : kortisol/hidrokortison
Hormon ini mengendalikan karbohidrat, metabolisme protein, dan antiinflamasi dengan mencegah pelepasan fosfolipid, menurunkan aksi eosinofil dan mekanisme lainnya.
2.         Mineralokortikoid : aldosteron, kortikosteron, desoksikorton
Hormon-hormon ini mempengaruhi metabolisme garam dan air
(Medicastore, 2010)
Golongan kortikosteroid :
1.         Hidrokortison.
2.         Prednison: prednison, metilprednisolon, budesonida.
3.         Derivat 9-alfa-flour: triamsinolon, deksametason, betametason, halsinonida.
4.         Derivat 6-alfa-flour: fluokortolon, flunisolida
5.         Derivat diflour: fluosinonida, flumetason, diflukortolon, flutikason.
6.         Derivat klor: beklometason, mometason.
7.         Derivat klor-flour: klobetasol, klobetason, fluklorolon, halometason.
(Medicastore, 2010)
Kortikosteroid memiliki khasiat farmakologis berikut:
a.         Efek antiradang (inflamasi) berdasarkan efek vasokontriksi.
b.        Daya imunosupresif dan antialergi.
c.         Peningkatan glukoneogenesis. Pembentukan glukosa distimulasi, penyimpanannya sebagai glikogen ditingkatkan.
d.        Efek katabol, yaitu merintangi pembentukan protein dari asam-asam amino, sedangkan pengubahannya ke glukosa dipercepat.
e.        Pengubahan pembagian lemak. Umumnya penumpukan lemak di atas tulang selangka dan muka yang menjadi bundar (moon face)
(Medicastore, 2010)
Semakin banyak fungsi fisiologis tubuh yang dapat dipengaruhi oleh obat maka semakin banyak efek samping yang dapat ditimbulkan. Efek samping kortikosteroid berkaitan dengan fisiologis antara lain retensi cairan & garam, edema (bengkak), hipertensi, keringat berlebihan, gangguan penglihatan, atrofi lokal, peningkatan nafsu makan, pertumbuhan terhambat (Medicastore, 2010)
.Pemberian kortikosteroid yang berkepanjangan dapat menyebabkan gangguan (Medicastore, 2010).
2.         Hormon aldosteron
Hormon ini mempengaruhi jumlah natrium uang diekskresikan ke dalam urin, mengatur volume dan tekana darah.
3.         Steroid androgenik (hormon androgen)
Hormon ini mempengaruhi sedikit pengembangan karakter pria.
Hormon korteks anak ginjal memungkinkan organisme bereaksi terhadap stress dalam dan luar. Dengan mempengaruhi metabolism karbohidrat, lemak, dan protein, serta keseimbangan elektrolit dan air, memungkinkan hormon-hormon in menjaga kesetimbangan biologi yang tetap, homeostasis. Rusaknya korteks anak ginjal yang tidak ditangani menyebabkan kematian dalam waktu singkat (Mutschler, 1991).
Medulla Adrenal
Medulla adrenal merupakan bagian dalam dari kelenjar adrenal, mempengaruhi tekanan fisikal dan emosional. Medulla adrenal mensekresi hormon berikut:
1.         Efinefrin (adrenalin)
Hormon ini menambah kecepatan denyut dan kontraksi jantung, memfasilitasi aliran darah ke otot dan otak, menyebabkan relaksasi otot polos, membantu dalam perubahan glikogen menjadi glukosa pada hati, dan aktifitas lainnya (Sabra, 2008).
2.         Norepinefrin (Noradrenalin)
Hormon ini memiliki sedikit efek pada otot polos, proses metabolic, dan kardiak output, tetapi memiliki efek vasokontriksi kuat, da menigkatkan tekanan darah (Sabra, 2008).
Kelainan pada Kelenjar Anak Ginjal
1. Penyakit Addison
Penyakit Addison (insufisiensi adrenortikal) terjadi jika kelenjar adrenal yang kurang aktif menghasilkan kortikosteroid dalam jumlah yang tidak memadai. Penyakit Addison terjadi pada 4 dari 100.000 orang. Penyakit ini bisa menyerang segala usia, baik pria maupun wanita (Medicastore, 2010).
Penyebab
Pada 30% penderita, kelenjar adrenal mengalami kerusakan akibat kanker, amiloidosis, infeksi (misalnya tuberkulosis) dan penyakit lainnya. Pada 70% penderita lainnya, penyebabnya tidak diketahui tetapi para ahli menduga bahwa kelenjar adrenal mengalami kerusakan akibat reaksi autoimun (Medicastore, 2010).
Penekanan kelenjar adrenal juga terjadi pada orang-orang yang mengkonsumsi kortikosteroid (misalnya prednison). Biasanya dosis kortikosteroid diturunkan secara bertahap sebelum pemakaiannya dihentikan. Jika pemakaian kortikosteroid dihentikan secara tiba-tiba maka kelenjar adrenal tidak mampu membentuk kortikosteroid dalam jumlah yang memadai selama beberapa minggu atau beberapa bulan (tergantung kepada dosis dan lamanya pemakai kortikosteroid). Obat lainnya yang juga bisa menekan pembentukan kortikosteroid adalah ketokonazol (digunakan untuk mengobati infeksi jamur) (Medicastore, 2010).
Jika terjadi kekurangan kortikosteroid, maka tubuh akan membuang sejumlah besar natrium dan menimbun kalium, sehingga kadar natrium darah menjadi rendah dan kadar kalium darah menjadi tinggi. Ginjal tidak mampu mengkonsentrasikan air kemih; karena itu jika penderita minum terlalu banyak air atau kehilangan terlalu banyak natrium, maka kadar natirum darah menjadi rendah.
Ketidakmampuan ginjal untuk mengkonsentrasikan air kemih pada akhirnya menyebabkan penderita banyak berkemih dan mengalami dehidrasi. Dehidrasi berat dan kadar natrium yang rendah akan mengurangi volume darah dan bisa menyebabkan syok (Medicastore, 2010).
Kekurangan kortikosteroid juga menyebabkan kepekaan yang luar biasa terhadap insulin (hormon yang secara normal terdapat di dalam darah), sehingga kadar gula darah bisa turun.
Kekurangan kortikosteroid menghalangi tubuh untuk membuat karbohidrat dari protein, melawan infeksi atau menyembuhkan luka. Otot menjadi lemah dan bahkan jantung bisa menjadi lemah serta tidak mampu memompa darah sebagaimana mestinya (Medicastore, 2010).
Untuk mengkompensasi kekurangan kortikosteroid, kelenjar hipofisa menghasilkan lebih banyak kortikotropin (hormon yang dalam keadaan normall merangsang kelenjar adrenal).
Karena kortikotropin juga mempengaruhi pembentukan melanin, maka kulit dan lapisan mulut penderita penyakit Addison seringkali menjadi lebih gelap. Pigmentasi yang berlebihan ini biasanya terdapat dalam bentuk bercak-bercak. Karena kelainan dasarnya adalah kekurangan kortikotropin, maka jika penyebab insufisiensi adrenal adalah insufisiensi hipofisa atau hipotalamus, tidak akan terjadi pigmentasi yang berlebihan (Medicastore, 2010).
Gejala
Segera setelah terjadinya penyakit Addison penderita akan merasakan lemah, lesu dan pusing jika bangkit dari duduk atau berbaring. Kulit menjadi lebih gelap; bintik-bintik hitam bisa timbul di kening, wajah dan bahu; pewarnaan hitam kebiruan bias muncul di sekitar puting susu, bibir, mulut, rektum, kantung zakar atau vagina (Medicastore, 2010).
Sebagian besar penderita mengalami penurunan berat badan, mengalami dehidrasi, nafsu makan hilang, sakit otot, mual, muntah dan diare. Banyak penderita yang menjadi tidak tahan cuaca dingin. Jika penyakitnya tidak terlalu berat, gejalanya cenderung timbul hanya pada saat penderita mengalami stres. Jika penyakit ini tidak diobati bisa terjadi nyeri perut yang hebat, kelemahan yang luar biasa, tekanan darah yang sangat renah, gagal ginjal dan syok; terutama jika penderita mengalami stres (cedera, pembedahan atau infeksi berat) (Medicastore, 2010).
Diagnosa
Pemeriksaan darah menunjukkan adanya kekurangan kortikosteroid (terutama kortisol), kadar natrium yang rendah dan kadar kalium yang rendah. Penilaian fungsi ginjal (misalnya pemeriksaan darah untuk nitrogen dan kreatinin), biasanya menunjukkan bahwa ginjal tidak bekerja dengan baik.
Rontgen dan CT scan perut bisa menunjukkan adanya pengapuran pada kelenjar adrenal (Medicastore, 2010).
Pengobatan
Apapun penyebabnya, penyakit Addison bisa berakibat fatal dan harus diobati dengan kortikosteroid. Biasanya pengobatan bisa dimulai dengan pemberian prednison per-oral (ditelan). Jika sakitnya sangat berat, pada awalnya diberikan kortisol intravena kemudian dilanjutkan dengan tablet prednison. Sebagian besar penderita juga harus mengkonsumsi 1-2 tablet fludrokortison/hari untuk membantu mengembalikan ekskresi natrium dan kalium yang normal. Pada akhirnya pemberian fludrokortison bisa dikurangi atau dihentikan, diganti dengan prednison yang diberikan setiap hari sepanjang hidup penderita (Medicastore, 2010).
Jika tubuh mengalami stres (terutama karena penyakit), mungkin diperlukan dosis prednison yang lebih tinggi. Pengobatan harus terus dilakukan sepanjang hidup penderita, tetapi prognosisnya baik (Medicastore, 2010).
2. Hiperaldosteronisme
Hiperaldosteronisme bisa disebabkan oleh suatu tumor (biasanya jinak) pada kelenjar adrenal (suatu keadaan yang disebut sindroma Conn). Kadang hiperaldosteronisme merupakan respon terhadap penyakit tertentu. Misalnya kelenjar adrenal melepaskan sejumlah besar aldosteron jika tekanan darah sangat tinggi atau jika arteri yang membawa darah ke ginjal menyempit (Medicastore, 2010).
Hiperaldosteronisme bisa menyebabkan rendahnya kadar kalium, sehingga terjadi kelemahan, kesemutan, kejang otot dan kelumpuhan. Sistem saraf bisa tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Beberapa penderita merasakan haus yang berlebihan dan sering berkemih, dan penderita lainnya ada yang mengalami perubahan kepribadian (Medicastore, 2010).
Gejala hiperaldosteronisme juga berhubungan dengan pemakaian kayu manis, yang mengandung zat kimia yang sangat menyerupai aldosteron. Kadang seseorang yang makan permen dengan rasa kayu manis dalam jumlah yang sangat banyak bisa mengalami semua gejala dari hiperaldosteronisme (Medicastore, 2010).
Pemeriksaan darah dilakukan untuk mengetahui kadar natrium, kalium dan aldosteron. Pemeriksan EKG bisa menunjukkan adanya kelainan yang disebabkan oleh rendahnya kadar kalium.
Untuk mengetahui adanya kanker atau adenoma, dilakukan pemeriksaan CT scan dan MRI atau pembedahan eksplorasi (Medicastore, 2010).
Jika ditemukan suatu pertumbuhan, biasanya segera diangkat. Setelah suatu adenoma diangkat, tekanan darah akan kembali normal dan gejala lainnya menghilang.
Jika tidak ditemukan tumor dan seluruh kelenjar terlalu aktif, maka jika sebagian kelenjar adrenal diangkat tidak dapat mengendalikan tekanan darah tinggi dan jika seluruh kelenjar diangkat akan mengakibatkan insufisiensi adrenal (Medicastore, 2010).

Literature
Medicastore. 2010. Hormon Kortikosteroid. http://74.125.153.132/search?q=cache:CiV_0cfuyRcJ :medicastore.com/apotik_online/hormon/hormon_kortikosteroid.htm+hormon%2Bkortikosteroid&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id
Medicastore. 2010. Kelenjar Adrenal yang Kurang Aktif. http://medicastore.com/penyakit /762/Kelenjar_adrenal_yg_kurang_aktif.html
Medicastore. 2010. Kelenjar Adrenal yang Terlalu Aktif. http://medicastore.com/penyakit/762/ Kelenjar_adrenal_yg_kurang_aktif.html
Mutschler, Ernest. 1991. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung : ITB.
Sabra. 2008. Endocrinology Health Guide. http://www.umm.edu/endocrin/adrengl.htm.

No comments:

Post a Comment