Infinity Bux

Neobux

Join now!

Wednesday, March 16, 2011

Sel, Stem Sel, Darah, dan Pembekuan Darah

A. Sel, Siklus Sel, dan Diferensiasi Stem Sel
         Sel adalah satu unit dasar dari tubuh manusia dimana setiap organ merupakan gregasi/penyatuan dari berbagai macam sel yang dipersatukan satu sama lain oleh sokongan struktur-struktur interselluler.
         Setiap jenis sel dikhususkan untuk melakukan suatu fungsi tertentu. Misalnya sel darah merah yang jumlahnya 25 triliun berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Disamping sel darah merah masih terdapat sekitar 75 triliun sel lain yang menyusun tubuh manusia, sehingga jumlah sel pada manusia sekitar 100 triliun sel.
Secara umum sel-sel yang menyusun tubuh  manusia mempunyai struktur dasar yang terdiri dari membran sel, protoplasma dan inti sel (nukleus).
Siklus Sel
ö  Interfase (tidak aktif membelah atau stadium istirahat)
Periode interfase yaitu:
õ   Periode saat sel istirahat setelah menjalani mitosis
õ   Periode pada saat sel secara aktif membentuk protein, lemak, dan potongan-potongan RNA
õ   Periode pada waktu penyalinan DNA
õ   Fase ini memakan waktu 10 - 20 jam
ö  Mitosis (pembelahan sel)
Stadium mitosis
õ   Profase
Struktur protein yg terdapat pada sitoplasma sel bergerak kearah kutub yg berlawanan atau pecahnya membran inti sel atau kromosom diluar inti (sitoplama).
õ   Metafase 
Kromosom 2 set pasangan yg berdampingan dibagian tengah sel.
õ   Anafase 
Mikrotubulus mulai menarik pasangan kromosom agar terpisah
õ   Telofase 
Sel terbelah ditengahnya dan terbentuk membran inti yang baru
õ   Fase ini memakan waktu 1 jam.
ö  Meiosis
õ   Proses dimana sel-sel seks ovarium (oosit primer) atau testis (spermatosit primer) menjadi sel telur atau sperma yang matang
õ   Replikasi DNA dalam sel seks yg diikuti oleh pembelahan 2 sel 
4 sel anak yg masing-masing hanya memilki 1 pasang kromosom yaitu 23 kromosom.
õ   Selama fertilisasi informasi genetik yang terkandung dalam 23 kromosom telur akan menyatu dalam 23 kromosom sperma 
         Stem sel merupakan sel yang dapat bereplikasi menjadi mature cell dengan karakteristik dan bentuk khas. Teminologi stem sel oleh para peneliti dibedakan berdasarkan karakteristik in vivo, in vitro dan paska transplantasi in vivo; yaitu:
1.   Totipoten  
      Sel berasal dari sel telur yang mempunyai kemampuan menjadi sel dan jaringan embrio serta jaringan yang mendukung pertumbuhan embrio itu sendiri. Mamalia mempunyai 200 jenis sel yang meliputi sel saraf (neuron), sel otot (miosit), sel kulit (epitelial), sel darah (eritrosit, monosit,linfosit dll), sel tulang (osteosit) dan sel kartilago (kondrosit). Sel yang juga berperan pada pertumbuhan embrio meliputi jaringan ektraembrional, plasenta dan tali pusat.
2.   Pluripoten
Sel berasal dari 3 lapisan germinal embrio yang berasal dari inner cell blastokis sebelum menempel pada dinding  uterus. Ketiga lapisan tersebut terdiri dari; mesoderm, endoderm dan ektoderm yang merupakan cikal dari semua sel dalam tubuh. (Gambar 1) Mesoderm merupakan cikal dari sumsum tulang, korteks adrenal, jaringan limfe, otot polos, otot jantung, otot rangka, jaringan ikat, sistim urogenital dan sistim vaskular. Entoderm merupakan cikal dari timus, tiroid, paratiroid, laring, trakhea, paru, vesika urinaria, vagina, uretra, GIT. Sedangkan lapisan terakhir, ektoderm merupakan cikal dari kulit, jaringan saraf, medula adrenal, hipofisis, jaringan ikat kepala dan wajah, mata dan telinga.

3.   Multipotent
      Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Misalnya: hematopoietic stem cells.
4.   Unipoten
      Terminologi ini digunakan pada sel yang berasal dari suatu organ, sehingga hanya mampu membentuk sel yang sama.
         Sehingga dengan karakteristik demikian maka stem sel dapat berupa stem sel embrional dan stem sel dewasa. Stem sel germional mempunyai karakteristik totipoten dan pluripoten, stem sel ini diperoleh dari jaringan embrio 4 hari. Jika sel berasal dari gonadal ridge fetus 5-10 minggu maka disebut sel germ embrional. Sedangkan stem sel dewasa mempunyai karakteristik unipoten dan didapat dari organ tertentu. Stem sel dewasa merupakan progenitor atau precursor sel yang akan berkembang menjadi sel mature dengan bentuk dan karakteristik yang khas. Saat diferensiasi ini terjadi, gen tertentu teraktivasi dan gen lainnya bersifat inaktif. Stem sel dewasa meskipun sulit untuk diisolasi dan diidentifikasi, sel ini yang diharapkan berperan dalam dunia terapi. Sering kali stem sel dewasa diperoleh dari sumsum tulang dan terdiri dari stem sel hematopoitik dan stem sel stromal. Selain itu stem sel juga dapat dijumpai di tali pusat dan serebral. Stem sel dewasa yang terdapat dalam serebral terutama didalam hipokampus.
         Stem cell ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh. Berdasarkan sumbernya, stem cell dibagi menjadi:
1) Zygote. Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu dengan sel telur
2) Embryonic stem cell. Diambil dari inner cell mass dari suatu blastocyst (embrio yang terdiri dari 50 ­ 150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan). Embryonic stem cell biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF (in vitro fertilization) .Tapi saat ini telah dikembangkan teknik pengambilan embryonic stem cell yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh. Untuk masa depan hal ini mungkin dapat mengurangi kontroversi etis terhadap embryonic stem cell.
3) Fetus. Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi.
4) Stem cell darah tali pusat. Diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah bayi lahir. Stem cell dari darah talipusat merupakan jenis hematopoietic stem cell, dan ada yang menggolongkan jenis stem cell ini ke dalam adult stem cell.
5) Adult stem cell. Diambil dari jaringan dewasa, antara lain dari: · Sumsum tulang. Ada 2 jenis stem cell dari sumsum tulang:
-     hematopoietic stem cell. Selain dari darah tali pusat dan dari sumsum tulang, hematopoietic stem cell dapat diperoleh juga dari darah tepi.
-     stromal stem cell atau disebut juga mesenchymal stem cell.
         Adult stem cell mempunyai sifat plastis, artinya selain berdiferensiasi menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya, adult stem cell juga dapat berdiferensiasi menjadi sel jaringan lain. Misalnya: neural stem cell dapat berubah menjadi sel darah, atau stromal stem cell dari sumsum tulang dapat berubah menjadi sel otot jantung, dan sebagainya.

B. Darah dan Pembekuan Darah
         Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti darah.
         Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah.
Korpuskula darah terdiri dari:
·         Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
·         Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%)
·         Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
·         Plasma darah
         Dalam proses pembekuan darah, unsur terkecil dari sumsum tulang, yakni keping-keping darah atau trombosit, sangatlah menentukan. Sel-sel ini merupakan unsur terpenting di balik pembekuan darah. Protein yang disebut faktor Von Willebrand memastikan, agar dalam perondaannya yang terus-menerus atas aliran darah, keping-keping ini tidak membiarkan tempat luka terlewati. Keping-keping yang terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang mengumpulkan keping-keping lain yang tak terhingga banyaknya di tempat yang sama. Sel-sel tersebut akhirnya menopang luka terbuka itu. Keping-keping tersebut mati setelah menjalankan tugasnya menemukan luka. Pengorbanan diri ini hanyalah satu bagian dari sistem pembekuan dalam darah.
         Trombin adalah protein lain yang membantu proses pembekuan darah. Zat ini hanya dihasilkan di tempat yang terluka. Jumlahnya tidak boleh melebihi atau pun kurang dari yang diperlukan, dan juga harus dimulai dan berakhir tepat pada waktu yang diperlukan. Lebih dari dua puluh jenis zat kimia tubuh yang disebut enzim berperan dalam pembentukan trombin. Enzim-enzim tersebut dapat merangsang perbanyakan trombin maupun menghentikannya. Proses ini terjadi melalui pengawasan yang begitu ketat sehingga trombin hanya terbentuk saat benar-benar ada luka sesungguhnya pada jaringan. Segera setelah enzim-enzim pembekuan darah tersebut mencapai jumlah yang memadai di dalam tubuh, fibrinogen yang terbuat dari protein-protein pun terbentuk. Dalam waktu singkat, sekumpulan serat membentuk jaring, yang terbentuk di tempat keluarnya darah. Sementara itu, keping-keping darah yang sedang meronda, terus-menerus terperangkap dan menumpuk di tempat yang sama. Apa yang disebut gumpalan darah beku adalah penyumbat luka yang terbentuk akibat penumpukan ini.
         Ketika luka telah sembuh sama sekali, gumpalan tersebut akan hilang.





Sel, Stem Sel, Darah, dan Pembekuan Darah

A. Sel, Siklus Sel, dan Diferensiasi Stem Sel
         Sel adalah satu unit dasar dari tubuh manusia dimana setiap organ merupakan gregasi/penyatuan dari berbagai macam sel yang dipersatukan satu sama lain oleh sokongan struktur-struktur interselluler.
         Setiap jenis sel dikhususkan untuk melakukan suatu fungsi tertentu. Misalnya sel darah merah yang jumlahnya 25 triliun berfungsi untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Disamping sel darah merah masih terdapat sekitar 75 triliun sel lain yang menyusun tubuh manusia, sehingga jumlah sel pada manusia sekitar 100 triliun sel.
Secara umum sel-sel yang menyusun tubuh  manusia mempunyai struktur dasar yang terdiri dari membran sel, protoplasma dan inti sel (nukleus).
Siklus Sel
ö  Interfase (tidak aktif membelah atau stadium istirahat)
Periode interfase yaitu:
õ   Periode saat sel istirahat setelah menjalani mitosis
õ   Periode pada saat sel secara aktif membentuk protein, lemak, dan potongan-potongan RNA
õ   Periode pada waktu penyalinan DNA
õ   Fase ini memakan waktu 10 - 20 jam
ö  Mitosis (pembelahan sel)
Stadium mitosis
õ   Profase
Struktur protein yg terdapat pada sitoplasma sel bergerak kearah kutub yg berlawanan atau pecahnya membran inti sel atau kromosom diluar inti (sitoplama).
õ   Metafase 
Kromosom 2 set pasangan yg berdampingan dibagian tengah sel.
õ   Anafase 
Mikrotubulus mulai menarik pasangan kromosom agar terpisah
õ   Telofase 
Sel terbelah ditengahnya dan terbentuk membran inti yang baru
õ   Fase ini memakan waktu 1 jam.
ö  Meiosis
õ   Proses dimana sel-sel seks ovarium (oosit primer) atau testis (spermatosit primer) menjadi sel telur atau sperma yang matang
õ   Replikasi DNA dalam sel seks yg diikuti oleh pembelahan 2 sel 
4 sel anak yg masing-masing hanya memilki 1 pasang kromosom yaitu 23 kromosom.
õ   Selama fertilisasi informasi genetik yang terkandung dalam 23 kromosom telur akan menyatu dalam 23 kromosom sperma 
         Stem sel merupakan sel yang dapat bereplikasi menjadi mature cell dengan karakteristik dan bentuk khas. Teminologi stem sel oleh para peneliti dibedakan berdasarkan karakteristik in vivo, in vitro dan paska transplantasi in vivo; yaitu:
1.   Totipoten  
      Sel berasal dari sel telur yang mempunyai kemampuan menjadi sel dan jaringan embrio serta jaringan yang mendukung pertumbuhan embrio itu sendiri. Mamalia mempunyai 200 jenis sel yang meliputi sel saraf (neuron), sel otot (miosit), sel kulit (epitelial), sel darah (eritrosit, monosit,linfosit dll), sel tulang (osteosit) dan sel kartilago (kondrosit). Sel yang juga berperan pada pertumbuhan embrio meliputi jaringan ektraembrional, plasenta dan tali pusat.
2.   Pluripoten
Sel berasal dari 3 lapisan germinal embrio yang berasal dari inner cell blastokis sebelum menempel pada dinding  uterus. Ketiga lapisan tersebut terdiri dari; mesoderm, endoderm dan ektoderm yang merupakan cikal dari semua sel dalam tubuh. (Gambar 1) Mesoderm merupakan cikal dari sumsum tulang, korteks adrenal, jaringan limfe, otot polos, otot jantung, otot rangka, jaringan ikat, sistim urogenital dan sistim vaskular. Entoderm merupakan cikal dari timus, tiroid, paratiroid, laring, trakhea, paru, vesika urinaria, vagina, uretra, GIT. Sedangkan lapisan terakhir, ektoderm merupakan cikal dari kulit, jaringan saraf, medula adrenal, hipofisis, jaringan ikat kepala dan wajah, mata dan telinga.

3.   Multipotent
      Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel. Misalnya: hematopoietic stem cells.
4.   Unipoten
      Terminologi ini digunakan pada sel yang berasal dari suatu organ, sehingga hanya mampu membentuk sel yang sama.
         Sehingga dengan karakteristik demikian maka stem sel dapat berupa stem sel embrional dan stem sel dewasa. Stem sel germional mempunyai karakteristik totipoten dan pluripoten, stem sel ini diperoleh dari jaringan embrio 4 hari. Jika sel berasal dari gonadal ridge fetus 5-10 minggu maka disebut sel germ embrional. Sedangkan stem sel dewasa mempunyai karakteristik unipoten dan didapat dari organ tertentu. Stem sel dewasa merupakan progenitor atau precursor sel yang akan berkembang menjadi sel mature dengan bentuk dan karakteristik yang khas. Saat diferensiasi ini terjadi, gen tertentu teraktivasi dan gen lainnya bersifat inaktif. Stem sel dewasa meskipun sulit untuk diisolasi dan diidentifikasi, sel ini yang diharapkan berperan dalam dunia terapi. Sering kali stem sel dewasa diperoleh dari sumsum tulang dan terdiri dari stem sel hematopoitik dan stem sel stromal. Selain itu stem sel juga dapat dijumpai di tali pusat dan serebral. Stem sel dewasa yang terdapat dalam serebral terutama didalam hipokampus.
         Stem cell ditemukan dalam berbagai jaringan tubuh. Berdasarkan sumbernya, stem cell dibagi menjadi:
1) Zygote. Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu dengan sel telur
2) Embryonic stem cell. Diambil dari inner cell mass dari suatu blastocyst (embrio yang terdiri dari 50 ­ 150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan). Embryonic stem cell biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF (in vitro fertilization) .Tapi saat ini telah dikembangkan teknik pengambilan embryonic stem cell yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh. Untuk masa depan hal ini mungkin dapat mengurangi kontroversi etis terhadap embryonic stem cell.
3) Fetus. Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi.
4) Stem cell darah tali pusat. Diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah bayi lahir. Stem cell dari darah talipusat merupakan jenis hematopoietic stem cell, dan ada yang menggolongkan jenis stem cell ini ke dalam adult stem cell.
5) Adult stem cell. Diambil dari jaringan dewasa, antara lain dari: · Sumsum tulang. Ada 2 jenis stem cell dari sumsum tulang:
-     hematopoietic stem cell. Selain dari darah tali pusat dan dari sumsum tulang, hematopoietic stem cell dapat diperoleh juga dari darah tepi.
-     stromal stem cell atau disebut juga mesenchymal stem cell.
         Adult stem cell mempunyai sifat plastis, artinya selain berdiferensiasi menjadi sel yang sesuai dengan jaringan asalnya, adult stem cell juga dapat berdiferensiasi menjadi sel jaringan lain. Misalnya: neural stem cell dapat berubah menjadi sel darah, atau stromal stem cell dari sumsum tulang dapat berubah menjadi sel otot jantung, dan sebagainya.

B. Darah dan Pembekuan Darah
         Darah adalah cairan yang terdapat pada semua hewan tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang berarti darah.
         Darah terdiri daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah.
Korpuskula darah terdiri dari:
·         Sel darah merah atau eritrosit (sekitar 99%).
·         Keping-keping darah atau trombosit (0,6 - 1,0%)
·         Sel darah putih atau leukosit (0,2%)
·         Plasma darah
         Dalam proses pembekuan darah, unsur terkecil dari sumsum tulang, yakni keping-keping darah atau trombosit, sangatlah menentukan. Sel-sel ini merupakan unsur terpenting di balik pembekuan darah. Protein yang disebut faktor Von Willebrand memastikan, agar dalam perondaannya yang terus-menerus atas aliran darah, keping-keping ini tidak membiarkan tempat luka terlewati. Keping-keping yang terjerat di tempat terjadinya luka mengeluarkan suatu zat yang mengumpulkan keping-keping lain yang tak terhingga banyaknya di tempat yang sama. Sel-sel tersebut akhirnya menopang luka terbuka itu. Keping-keping tersebut mati setelah menjalankan tugasnya menemukan luka. Pengorbanan diri ini hanyalah satu bagian dari sistem pembekuan dalam darah.
         Trombin adalah protein lain yang membantu proses pembekuan darah. Zat ini hanya dihasilkan di tempat yang terluka. Jumlahnya tidak boleh melebihi atau pun kurang dari yang diperlukan, dan juga harus dimulai dan berakhir tepat pada waktu yang diperlukan. Lebih dari dua puluh jenis zat kimia tubuh yang disebut enzim berperan dalam pembentukan trombin. Enzim-enzim tersebut dapat merangsang perbanyakan trombin maupun menghentikannya. Proses ini terjadi melalui pengawasan yang begitu ketat sehingga trombin hanya terbentuk saat benar-benar ada luka sesungguhnya pada jaringan. Segera setelah enzim-enzim pembekuan darah tersebut mencapai jumlah yang memadai di dalam tubuh, fibrinogen yang terbuat dari protein-protein pun terbentuk. Dalam waktu singkat, sekumpulan serat membentuk jaring, yang terbentuk di tempat keluarnya darah. Sementara itu, keping-keping darah yang sedang meronda, terus-menerus terperangkap dan menumpuk di tempat yang sama. Apa yang disebut gumpalan darah beku adalah penyumbat luka yang terbentuk akibat penumpukan ini.
         Ketika luka telah sembuh sama sekali, gumpalan tersebut akan hilang.





Aspek-Aspek Biofarmasi

Sebelum obat yang diberikan pada pasien tiba pada tujuannya dalam tubuh, yaitu tempat kerjanya atau targetsite, obat harus mengalami banyak proses. Secara umum, proses-proses ini dapat dibagi menjadi tiga tingkat, yaitu fase biofarmasi, fase farmakokinetik, dan fase farmakodinamik.
Biofarmasi adalah bagian ilmu yang bertujuan menyelidiki pengaruh pembuatan sediaan obat atas kegiatan terapeutisnya. Efek obat tidak hanya bergantung pada faktor farmakologi saja, tetapi juga dari bentuk pemberian dan terutama dari formulasinya.
Faktor formulasi yang dapat mengubah efek obat dalam tubuh adalah:
  • bentuk fisik zat aktif (amorf atau kristal, dan kehalusannya);
  • keadaan kimiawi (ester, garam, kompleks, dan sebagainya);
  • zat pembantu (zat pengisi, zat pelekat, zat pelicin, zat pelindung, dan lain sebagainya);
  • proses teknik yang digunakan untuk membuat sediaan (tekanan mesin tablet, alat emulgator, dan lain sebagainya).


1. Formulasi Obat dan Pharmaceutical Ability
Pharmaceutical ability (FA) merupakan ukuran bagian obat yang secara in vitro dibebaskan dari bentuk pemberiannya dan tersedia untuk proses resorpsi, misalnya dari tablet, kapsul, srbuk, suspensi, supositoria, dan sebagainya. Dengan kata lain, FA menyatakan kecepatan larut (dan jumlah) dari obat yang tersedia secara in vitro dari sediaan farmaseutisnya.

Bentuk Tablet
Banyak penelitian mengenai FA telah dilakukan dengan tablet sebagai bentuk sediaan paling umum. Setelah ditelan, tablet akan pecah (desintegrasi) di lambung menjadi banyak granul kecil, yang terdiri dari zat akif dan zat pembantu (gom, gelatin, tajin). Setelah granul pecah, maka zat aktif akan dibebaskan. Bila daya larut zat aktif tersebut cukup besar, zat aktif akan melarut dalam cairan lambung/usus, tergantung dimana obat saat itu berada. Hal ini ditentukan oleh waktu pengosongan lambung (gastric emptying time), yang umumnya berkisar antara 2 sampai 3 jam setelah makan. Setelah melarut, obat tersedia dan proses resorpsi oleh usus dapat dimulai; peristiwa inilah yang disebut farmaceutical availability.

Urutan Pelarutan
Untuk obat yang tahan getah lambung, kecepatan melarut dari berbagai bentuk sediaan menurun sesuai urutan berikut:
larutan - suspensi - serbuk - kapsul - tablet - tablet salut film - dragee (tablet salut gula) - tablet e.c. - tablet sustained release
Hal ini berarti tablet, walaupun murah dan praktis, agak lebih rendah efektivitasnya sebagai bentuk sediaan dibandingkan dengan larutan, serbuk, atau kapsul. Inilah sebabnya pula tablet tertentu harus dikunyah dahulu sebelum ditelan.

Kehalusan Serbuk
Obat yang berbentuk kristal harus digiling sehalus mungkin agar mempercepat pelarutannya dalam getah usus, sehingga dapat diserap dengan cepat. Telah dibuktikan bahwa obat yang sangat halus dengan ukuran partikel 1-5 mikron (microfine) mengahasilkan kadar darah 2-3 kali lebih tinggi. Dengan demikian dosisnya dapat diturunkan 2-3 kali, misalnya griseofulvin, spironolakton, dan digoksin. Zat amorf resorpsinya jauh lebih baik daripada kristal, sehingga pada pembuatan suspensi harus dipilih metode khusus agar obat tetap berbentuk amorf, misalnya suspensi sulfa atau kloramfenikol. Pada pembuatan obat untuk penggunaan rektal (suppositoria), obat yang dihaluskan sering kali mengakibatkan perlambatan dari ketersediaan biologisnya (BA, bioavailability). Syarat kehalusan tidak berlaku bagi obat yang ditujukan untuk penggunaan lokal dalam usus dan tidak boleh diserap, misalnya obat cacing (piperazin) atau kemoterapeutika untuk melawan infeksi usus (kanamisin, neomisin).

Zat-Zat Pembantu
Pada tahun 1971, di Australia terjadi peristiwa difantoin (fenitoin), yaitu ketika banyak pasien yang menelan tablet anti-epilepsi yang justru menimbulkan gejala keracunan. kadar fenitoin tablet tersebut tepat, akan tetapi zat pengisi tablet, kalsiumsulfat, telah diganti dengan laktosa. Akibat perubahan ini, BA fenitoin meningkat, yang mengakibatkan kenaikan resorpsi dengan dosis toksis. Adanya zat-zat dengan kegiatan permukaan (tween, span) atau zat hidrofil yang mudah larut dalam air (polivinilpirolidon, carbawax) dapat mempercepat melarutnya zat aktif dari tablet.
Efek kebalikan terjadi bila zat-zat hidrofob (tidak suka air) digunakan pada produksi tablet sebagai zat pelicin untuk mempermudah "mengalirnya" campuran tablet ke tempat cetakan mesin dan mencegah pelekatan pada stempel. Zat-zat ini (asam/magnesium stearat, dan lain sebagainya) dapat menghambat melarutnya zat aktif. Oleh karena itu, sebaiknya zat-zat ini sesedikit mungkin dipakai pada pembuatan tablet, kapsul, atau serbuk. Kini, sering digunakan aerosil (asam silikat koloidal) sebagai zat pelicin dan anti lekat karena tidak menghambat melarutnya zat aktif.
Zat pengikat (pada tablet) dan zat pengental (suspensi) seperti gom, gelatin, dan tajin, umumnya juga memperlambat pelarutan obat, sedangkan desintegran (berbagai jenis tepung, amilum) justru mempercepat. Maka semakin keras pencetakan tablet, artinya menggunakan tekanan mesin yang tinggi, semakin sukar zat aktif melarut. Begitu pula tablet yang disimpan lama sering kali mengeras dan lebih sukar melarut.
Pengaruh zat pembantu penting dalam pembuatan suppositoria. Dahulu,sediaan ini dibuat dengan oleum cacao sebagai basis. Namun, lemak ini bila dicairkan pada suhu yang sedikit tinggi, sangat sukar untuk membeku kembali. Oleh karena itu basis sintetis kini lebih disukai, seperti estarin, suatu ester dari propilenglikol dengan asam lemak yang cocok sekali penggunaannya untuk daerah tropis. Akan tetapi, ada beberapa obat yang sukar terbebas dari basis ini, seperti obat rematik indometasin dan obat tidur khloralhidrat yang FA0nya lebih baik bila digunakan dalam basis hidrofil (carbowax). Sebaliknya, suppositoria aminofin sebaiknya dibuat dengan oleum cacao.

Keadaan Fisiko-Kimia
Telah dibuktikan bahwa zat hidrat yang mengandung air kristal dalam molekulnya lebih lambat di-resorpsi daripada zat tanpa air kristal, seperti ampisilintrihidrat (Penbritin) dibandingkan ampisilin (Amfipen). Natriumedetat (EDTA) dapat membentuk kompleks dengan banyak zat dan dengan demikian mempercepat resorpsinya oleh usus, misalnya manitol dan heparin. Hormon kelamin yang diuraikan getah lambung dapat diberikan peroral sebagai esternya yang stabil, seperti etinilestradiol dan testerondekanoat, begitu pula eritromisin yang diberikan sebagai esternya (stearat, estolat).

2. Biological Availability
Bioavailability (BA) adalah persentase obat yang diresorpsi tubuh dari suatu dosis yang diberikan dan tersedia untuk melakukan efek terapeutisnya. Di beberapa negara (AS, Jerman), BA mencakup pula kecepatan obat muncul di sirkulasi darah. Biasanya, efek obat baru mulai terlihat setelah obat melalui sistem pembuluh porta serta hati dan kemudian tiba di peredaran darah besar yang mendistribusikannya ke seluruh jaringan.
BA dapat diukur secara in vivo (Dalam tubuh) dengan menentukan kadar plasma obat seseudah teracapai steady state. Pada keadaan ini terjadi kesetimbangan antara kadar obat di seluruh jaringan tubuh dan kadar darah yang praktis konstan, karena jumlah zat yang diserap dan dieliminasi adalah sama. Kadar plasma dan efek terapeutis pada umumnya memiliki suatu hubungan korelasi yang baik. Pengecualian terjadi pada obat hipertensi yang masih memiliki efek walaupun kadarnya dalam plasma sudah tidak dapat diukur lagi.

Kadar dalam Air Liur
Telah dilakukan percobaan untuk menentukan kadar obat dalam air liur secara lebih mudah dan sederhana daripada penentuan dalam plasma. Hal ini dikarenakan pada sejumlah obat terdapat korelasi yang baik antara kadar obat dalam air liur dan dalam plasma. Misalnya, perbandingan untuk fenitoin adalah lebih kurang 1:10 bila contoh air liur diambil pagi hari sebelum menelan obat. Perbandingan ini hampir sama dengan persentase obat bebas dalam plasma yang tidak terikat antipirin, digoksin, barbital, dan protein, yaitu 10%. Hal ini berlaku pula bagi hormon kelamin estron dan (dihidro)-testosteron.
Sebaliknya, FA hanya dapat ditentukan in vitro dalam laboratorium dengan mengukur kecepatan melarutnya zat aktif dalam waktu tertentu (dissolution rate). Pengukuran ini dilakukan dengan metode dan alat khusus menurut USP XVIII guna meniru sejauh mungkin keadaan alami dalam saluran lambung-usus. Akan tetapi cara penentuan yang mudah dan praktis ini hasilnya jarang menunjukkan korelasi dengan kadar obat dalam plasma in vivo yang lebi sulit pelaksanaannya.

3. Kesetaraan Terapeutis
Dari uraian di atas, dapat dimengerti bahwa dua tablet dengan zat aktif dan dosis yang sama tetapi pabrik berlainan tidak selalu menghasilkan kadar obat dalam darah dan efek yang sama pula. Sebagai akibat dari salah satu faktor tersebut, maka BA masing-masing tablet dapat berbeda. Bahkan adakalanya tablet dari satu pabrik tetapi dari batch berlainan dapat berbeda BA-nya.
Kesetaraan terapeutis (therapeutical equivalence) dapat didefinisikan sebagai kesetaraan pola kerja (kadar dan kecepatan resorsi) dari dua obat yang berisi zat aktif dengan dosis yang sama. Hal ini sangat penting bagi sediaan obat yang luas terapinya sempit, yang aktivitasnya tergantung pada kadar plasma yang tetap. Contohnya adalah digoksin, antikoagulansia, dan deksametason. 
Banyak kejadian mengenai variasi BA menyebabkan syarat-syarat produk tablet dipertajam. Selain itu diperkuat pula oleh farmakope yang memuat syarat-syarat standar pemerikasaan tablet, tidak hanya mengenai kadar zat aktif dan kesamaan kadar (content uniformity), melainkan juga mengenai kecepatan pecahnya (dalam larutan getah lambung buatan) dan kecepatan larutnya dalam getah usus buatan (dissolution rate).
Seperti yang sudah dikemukakan sebelumnya, kesulitannya adalah jarang sekali terdapat hubungan langsung antara dissolution rate in vitro dengan BA in vivo. Hanya pada beberapa obat saja telah ditemukan korelasi ini, antara lain digoksin, asetosal, griseofulvin, dan riboflavin. Cara satu-satunya untuk menjamin efek terapeutis yang sama adalah melakukan tes klinis pada semua sediaan industri dengan menentukan kadar darah pada orang-orang percobaan.
Oleh karena itu, di banyak negara Barat, misalnya di AS dan Belanda, obat generik diharuskan memenuhi persyaratan ketat mengenai antara lain identitas, kemurnian dan potensinya. Obat generik harus memperlihatkan efek klinis dan profil efek samping yang setara dengan obat patennya dan demikian harus dapat menggantikannya pada semua indikasi yang teregistrasi.
Pada tahun 1980, Food & Drug Administration A.S. (FDA) telah menerbitkan The Orange Book yang berisi obat-obat resmi dengan penilaian Kesetaraan Terapeutis, yaitu obat-obat paten dengan obat-obat generiknya yang secara terapeutis adalah ekivalen.
Nilai "A" (rating) diberikan pada obat generik bila kesamaan zat aktif dan dosisnya telah dibuktikan secukupnya, sehingga tepat identik dengan obat paten yang bersangkutan, dan memenuhi standar FDA yang sama mengenai bentuk sediannya (dosage form).
Kode "AB" diberikan pada obat yang memiliki kesetaraan farmasetis dan bioequivalensi dengan obat patennya. Bioekivalensi yang dimaksud adalah kesetaraan farmasetis ditambah dengan bio-availability (BA).
Seperti telah dibicarakan, BA menentukan kecepatan dan derajat absorpsi obat pada pemberian dalam dosis sama dan keadaan eksperimental yang sama pula.
Nilai "B" diberikan pada sediaan obat yang tidak atau belum tuntas dibuktikan mengenai kesetaraan terapeutisnya; obat-obat ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut sebelum dapat ditingkatkan ke nilai "A".
Pada tahun 1982, FDA menerbitkan sebuah daftar obat-obat yang terbukti telah mengakibatkan masalah mengenai bioekivalensi dan/atau BA-nya beserta penyebabnya. {enyebab tersering adalah disolusi yang terlalu lambat dari sediaan obat (tablet, kapsul), yang berarti kelarutannya dalam cairan percobaan tidak memenuhi persyaratan. Hal ini dapat ditimbulkan oleh beberapa faktor, yakni kehalusan obat aktif, kurangnya zat desintegran, atau tekanan mesin cetak yang terlalu tinggi.

Adanya keluhan sementara dari pasien mengenai obat loko (generik) yang kurang ampuh dibandingkan obat paten kini menjadi jelas berdasarkan uraian di atas. Dalam contoh asetosal, tidak ampuhnya obat tidak membawa dampak serius. Sebaliknya bila obat jantung digoksin yang generiknya kurang efektif, hal ini dapat merugikan pasien. Oleh karena itu dianjurkan agar selama terapi berjalan, jangan mengganti merek obat (keras) dengan luas terapi sempit, seperti antibiotika, antidiabetika, anti-epileptika, digoksin, antikoagulansia, dan kortikosteroida. Obat ini lazimnya digunakan untuk keadaan gawat, dimana overdose dan underdose dapat mengakibatkan situasi berbahaya. Khususnya di negara-negara berkembang dimana pengawasan obat jauh kurang ketat dibandingkan di AS.

Friday, March 11, 2011

Welcome to tama3143's blog!!

hhaha.....

Welcome to tama3143's blog!!


Blog berisi segala sesuatu bout tulisan tama, baik kutipan, saduran, curhat, n beberapa ilmu...


Semoga blog ini membantu untuk kalian yang mencari ilmu atau sekedar ingin liat curhatan ane..


best regards


tama